Friday, 27 January 2017

Makalah Kromatografi Lapis Tipis




ANALISA KIMIA INSTRUMENT

BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan sejalan dengan perkembangan teknologi. Berbagai alat dengan kecanggihan semakin meningkat. Hal ini juga termasuk perkembangan dalam bidang farmasi. Selama beberapa tahun terakhir terjadi perkembangan yang pesat untuk teknik pemisahan. Penerapan metode seperti kromatografi dianggap metode modern yang saat ini sering digunakan dalam berbagai riset dan penelitian. Hal ini terbukti dengan banyaknya publikasi ilmiah yang berkaitan dengan penggunaan metode tersebut, baik untuk tujuan analisis kualitatif ataupun kuantitatif.
Kromatografi merupakan suatu metode pemisahan yang akhir - akhir  ini telah banyak digunakan, dibandingkan dengan metode yang lainnya seperti destilasi, kristalisasi, pengendapan, ekstraksi, dan lain-lain mempunyai keuntungan dalam pelaksanaan yang lebih sederhana, penggunaan waktu yang sangat singkat terutama mempunyai kepekaan yang tinggi serta mempunyai kemampuan memisahkan yang tinggi. Metode ini digunakan, jika dengan metode lain tidak dapat dilakukan misalnya karena jumlah cuplikan sangat sedikit atau campurannya kompleks.
Adanya kemajuan teknologi dibidang elektrokimia saat ini telah memiliki peranan penting dalam menentukan berbagai kandungan / unsur zat didalam cairan. Adanya penelitian – penelitian baru yang memungkinkan untuk menerapkan prinsip kromatografi pada senyawa – senyawa yang tidak berwarna termasuk gas.
Sebuah produk seperti cairan vitamin atau obat sejenis serta produk pangan lainnya terkadang sulit untuk membedakan dengan benar tentang unsur / zat yang terkandung didalamnya. Kritisnya masyarakat atau konsumen dengan apa yang akan dikonsumsi baik pada komposisi, tanggal kadaluarsa, bobot bahan yang terkandung, adanya jaminan keamanan apabila mengkonsumsi dan lain-lain, menjadi suatu keharusan seorang ahli farmasi menjamin kelayakan konsumsi pada obat, suplemen ataupun bahan pangan yang akan dikonsumsi masyarakat.
Kromatografi lapis tipis sangat membantu seorang ahli farmasi untuk mengidentifikasi kandungan dalam suatu cairan baik obat tradisional atau obat herbal yang akhir – akhir ini menjadi primadona dalam pengobatan di Indonesia dan untuk mengidentifikasi kandungan yang terdapat di bahan pangan, ini menjadi alasan mengapa seorang ahli farmasi harus mempelajari hal yang berkaitan dengan kromatografi.



BAB II
PEMBAHASAN
1. Kromatografi Secara Umum
Ø  Pengertian Kromatografi
Kromatografi di tahun 1903 Tswett menemukan teknik kromatografi. Teknik ini bermanfaat sebagai cara untuk menguraikan suatu campuran. Dalam kromatografi, komponen-komponen terdistribusi dalam dua fase. Salah satu fase adalah fase diam. Transfer massa antara fase bergerak dan fase diam terjadi apabila molekul-molekul campuran serap pada permukaan partikel-partikel atau terserap di dalam pori-pori partikel atau terbagi ke dalam sejumlah cairan yang terikat pada permukaan atau di dalam pori. Ini adalah sorpsi (penyerapan). Laju perpindahan suatu molekul zat terlarut tertentu di dalam kolom atau lapisan tipis zat penyerap secara langsung berhubungan dengan bagian molekul-molekul tersebut diantara fase bergerak dan fase diam. Jika ada perbedaan penahanan secara selektif, maka masing-masing komponen akan bergerak sepanjang kolom dengan laju yang tergantung pada karakteristik masing-masing penyerapan. Jika pemisahan terjadi, masing-masing komponen keluar dari kolom pada interval waktu yang berbeda, mengingat bahwa proses keseluruhannya adalah fenomena migrasi secara diferensial yang dihasilkan oleh tenaga pendorong tidak selektif berupa aliran fase bergerak.
Ø  Klasfikasi Metode Kromatografi
Metode-metode kromatografi tidak dapat dikelompokan dengan hanya meninjau suatu macam sifat. Artinya kita dapat menyatakan teknik-teknik kolom seperti destilasi, ekstraksi pelarut, penukar ion ke dalam satu kelas, tetapi teknik tersebut dapat juga diklasifikasikan dengan berdasarkan metode-metode differential migration. Pada semua metode differential migration,pemisahan berbagai komponen campuran yang bermigrasi pada berbagai medium tergantung pada karakteristik laju individual komponen-komponennya, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam kalsifikasi, sesungguhnya terjadi tidak hanya satu sifat fisis saja yang ditinjau tetapi ganbungan-gabungan yang digunakan dalam teknik pemisahan. Semua metode-metode pemisahan dapat diklasifikasikan seperti dalam tabel 2.1, didasarkan pada sifat fisiknya dan pemisahan fasenya.
Tabel Klasifikasi Kromatografi
No
Dasar
Pemisahan fase kedua
Memebedakannya dalam fase tunggal
Dengan panas
Dengan reagen
Dengan bidang batas
Konsentrasi tidak seragam
1.
Penguapan
Destilasi

-
-
2.
Koefisien partisi
-
Kromatografi gas
-
-
3.
Penukaran
-
Penukar ion
-
-
4.
Aktivitas permukaan
-
Adsorpsi pada kromatografi gas-padat
-
Foam fraction
5.
Ukuran molekuler
-
Moleculer sieve
Filtrasi gel
Analisis eksklusi ion
-
-
6.
Migrasi listrik
-
-
-
Elektro foresis

Dibandingkan dengan metode pemisahan secara keseluruhan, klasifikasi metode kromatografi, relative lebih sederhana. Fase gerak dapat berupa gas atau cairan, sedangkan fas diam dapat berupa zat cair atau padat. Jadi kita memiliki kombinasi cair-cair, gas-cair, gas-padat. Jika pemisahan terutama meliputi suatu partisi sederhana antara fase diam cair dan fase gerak cair juga, maka proses ini dikenal sebagai kromatografi partisi. Jika gaya fisika ke permukaan terutama meliputi kemampuan retensi dari fase diamnya, maka proses disebut sebagai kromatografi adsorpsi. Jika fase bergeraknya adalah gas, metode ini disebut sebagai kromatografi gas cair atau kromatografi gas-padat.
Untuk senyawa yang mudah menguap, kromatografi gas merupakan cara yang menawarkan resolusi tinggi, waktu analisis pendek dan kepekaan di daerah ppm. Metode kromatografi cair memanfaatkan fase gerak cair untuk menggeser sampel sepanjang kolom partisi yang diisi oleh pengadsorpsi padat atau zat padat yang diselimuti cairan seperti dalam HPLC. Di dalam kromatografi, pertukaran ion ikatan kimia heteropolar terbentuk secara reversible antara komponen-komponen ion di dalam fase bergerak dan fase diam. Penyerapan gel atau filtrasi gel adalah suatu contoh kromatografi eksklusi. Kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis adalah contoh-contoh kromatografi partisi. Suatu deskripsi singkat dari berbagai metode pemisahan akan dibahas berikut ini untuk mengetahui prinsip-prinsip dasar dan aspek-aspek analitik masing-masing metode.
  •       Destilasi : ini adalah penguapan zat cair dan kondensasi dari uap kembali ke fase cair. Penguapan zat cair sebanding dengan tekanan uapnya dan berbanding terbalik terhadap titik didih cairnya. Sublimasi juga suatu metode pemisahan baik. Keberhasilan metode ini tergantung pada kemudahan massa transfernya dilaksanakan jika zat berada dalam fase gas.
  •       Ekstaraksi pelarut.
  •       Kromatografi adalah proses melewatkan sampel melalui suatu kolom, perbedaan kemampuan adsorpsi terhadap zat-zat yang sangat mirip mempengaruhi resolusizat terlarut dan menghasilkan apa yang disebut kromatogram. Prinsip kromatografi adsorpsi berhubungan juga dengan bidang-bidang lain seperti kromatografi zat padat. Pemisahan campuran ionik atau bermutan dengan differential migration dibawah pengaruh gaya pendorong potensial listrik telah dikembangkan. Pertama meliputi migrasi bebas dalam medium homogen dan migrasi kedua yang terjadi pada medium berpori yang stabil. Pertama disebut sebagai elektrofase dan yang kedua dikenal sebagai ionoforesis atau elektromatografi. Teknik yang kedua banyak diapakai dalam pemisahan.
  •      Teknik ring oven : teknik ini berkaitan dengan pengujian suatu tetesan tunggal larutan pada suatu kertas menyaring untuk mengetahui komponen-komponen larutan. Larutan ditetesi satu kali pada pusat kertas saring (yang berbentuk lingkaran), kemudian satu atau beberapa komponen sampel akan terekat pada kertas dengan pengendapan. Komponen-komponen terlarut dipindahkan dengan pelarut yang tepat sehingga bergeser dari pusat sampai bagian tepi kertas saring. Begitu larutan mencapai bagian tepi, penguapan pelarut terjadi dan zat terlarut akan tertinggal pada suatu area dalam bentuk cincin-cincin yang manunjukkan bahwa pemisahan dari bercak tetesan mula-mula.
  •       Zone melting : di sini dua wilayah tertentu yang meliputi penampang lintang suatu zat padat dilelehkan dengan perlahan-lahan digerakkan sepanjang batang zat padat. Zat terlarut akan dibebaskan pada saat pembekuan pada bidang batas padat-cair dan terbawa sepanjang wilayah serta akan menggumpal pada salah satu ujung zat padat. Imi merupakan proses selektif untuk mengluarkan pengotor.
  •        Penukar ion. Dalam ekslusi sifat-sifat fisika materi sintetik baru memberikan suatu era baru terhadap pemekaian materi-materi tersebut dalam pemisahan secara difusi. Misalkan dalam pengaliran larutan dengan pelarut air melalui resin, zat yang bersifat non ionik akan mendistribusikan dirinya sedemikian rupa sehingga dapat melalui fase resin, sedangkan yang senyawa ionik ditolak dari fase resin.
  •     Dialisis : osmosis adalah proses pemisahan berdasarkan difusi yang paling dikenal dan ini disebabakan aliran spontan sutu pelarut melalui membrane dari larutan yang encer ke larutan yang lebih pekat. Membrannya bersifat semi permeabel terhadap partikel zat terlarut. Dialisis dan osmosis sering kali terjadi secara spontan di dalam system. Dengan dialisis garam-garam dapat dipisahkan dari suspense koloid.
  •       Presipitasi, kopresipitasi dan sebagainya. Ini adalah suatu proses dimana suatu zat terlarut diubah ke bentuk tidak larut yang selanjutnya dapat dipisahkan dari larutannya.
i)        Flotasi : senyawa-senyawa dengan kerapatan lebih besar dari pada cairan yang menyelimutinya dapat dikonsentrasikan pada permukaan zat cair. Ini dikenal sebagai pemisahan dengan teknik flotasi. Pengaliran udara melalui larutan diperlukan pada metode ini. Suatu partikel dapat distabilkan pada permukaan seperti bidang batas permukaan gas-cair jika suatu kontak antara padatan dan cairan nilainya tertentu. Perbedaan sudut kontak ini menghasilkan flotasi selektif. Bagaimanapun hanya metode kromatografi yang mempunyai peranan sangat berarti dalam analitik.
Ø Definisi Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pertama kali dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar , yang fase diamnya berupa lapisan seragam (uniform) pada permukaan bidng datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium, atau plat plastik (Gandjar dan Rohman, 2007).
KLT merupakan salah satu metode isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap (adsorpsi) dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen. Oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan (Hostettmann et al, 1995).
Pada proses adsorpsi senyawa kimia dapat terpisah-pisah disebabkan oleh daya serap adsorban terhadap tiap-tiap komponen kimia tidak sama. Sedangkan partisi adalah kelarutan tiap-tiap komponen kimia dalam cairan pengelusi (eluen) tidak sama dimana arah gerakan eluen disebabkan oleh gaya sentrifugal sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda.
Kromatografi lapis tipis merupakan jenis kromatografi yang dapat digunakan untuk menganalisis senyawa secara kualitatif maupun kuantitatif. Lapisan  yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir (fase diam) ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita, setelah pelat/lapisan ditaruh dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi setelah perambatan kapiler (pengembangan), selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan/dideteksi. Deteksi dilakukan dengan menggunakan sinar UV (Sudjadi, 1988).
Teknik ini dikembangkan tahun 1938 Ismailoff dan Schraiber. Adsorbent dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang fase diam. Fase bergerak akan menyerap sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram. Ini di kenal  juga sebagai kromatografi kolom terbuka. Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan dan sensitif. Kecepatan pemisahan tinggi dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan.
Biasanya yang sering digunakan sebagai materi pelapisnya adalah silika gel, tetapi kadang kala bubuk selulosa dan tanah diatome juga dapat digunakan. Untuk fase diam hidrofilik dapat digunakan pengikat seperti semen Paris, kanji, disperse koloid plastic, silica terhidrasi. Untuk meratakan pengikat dan zat pada pengadsorbsi digunakan suatu aplikator. Sekarang inin telah banyak tersedia kromatografi lapisan tipis siap pakai yang dapat berupa gelas kaca yang telah terlapisi, kromatotube, dan sebagainya. Kadar air dalam lapisan ini harus terkendali agar didapat hasil analisis yang reprodusibel.
Pemilihan sistem pelarut dan komposisi lapisan tipis ditentukan oleh prinsip kromatografi yang akan digunakan. Untuk meneteskan sampel yang akan dipisahkan digunakan suatu mikro-syringe (penyuntik berukuran mikro). Sample diteteskan pada salah satu bagian tepi pelat kromatografi. Pelarut harus nonpolar dan mudah menguap. Kolom-kolom dalam pelat dapat diciptakan dengan mengerok lapisan vertical searahgerakan pelarut. Teknik ascending  digunakan untuk melaksanakan pemisahan yang dilakukan pada temperature kamar, sampai permukaan pelarut mencapai tinggi 15-18 cm. waktu yag diperlukan antara 20-40 menit. Semua teknik yang digunakan untuk kromatografi kertas dapat di pakai juga untuk kromatografi lapis tipis. Resolusi KLT juah lebih tinggi daripada kromatografi kertas karena laju difusi yang luar biasa kecilnya pada lapisan pengadsorpsi. RRPC dapat juga dilakukan pada kromatografi lapisan ini, dengan menggunakan lapisan yang sudah dicelupkan lebih dahulu pada perafin, minyak silikon, dan lain-lain. Pelarut yang digunakan adalah CH3COOH atau asetonitril. Kadangkala untuk RPPC, waktu yang diperlukan cukup lama.
Zat-zat warna dapat terlihat langsung, tetapi dapat juga digunakan reagent penyemprot untuk melihat bercak suatu zat. Asam kromat sering digunakan untuk zat organic. Demikian juga penandaan secara radiokomia juga dapat digunakan. Untuk menempatkan posisi suatu zat, reagent dapat juga disemprotkan pada bagian tepi saja. Bagian yang lainnya dapat diperoleh kembali tanpa pengotoran dari reagent dengan pengerokan setelah pemisahan selesai.
Untuk analisis kuatitatif dapat digunakan plot fotodensitometri. Analisisnya dapat dilakukan dengan spektrofotometer UV, sinar tampak, IR atau flourosens atau dengan reaksi kolorimeter dengan reagent kromogenik.
Aplikasi KLT sangatlah luas. Senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap serta terlalu labil untuk kromatografi cair dapat dianalisis dengan KLT. Ia dapat pula untuk memeriksa adanya zat pengotor dalam pelarut. Ahli kimia foresik menggunakan KLT untuk bermacam pemisahan. Pemisahan berguna dari plasticizer, antioksidan, tinta dan formulasi zat pewarna dapat ditentukan dengan KLT. Pemakaiannya juga meluas dalam pemisahan anorganik.
Ø  Kelebihan dan Kekurangan Kromatografi Lapis Tipis                                      
Beberapa kelebihan KLT yaitu:
  1.       KLT lebih banyak digunakan untuk tujuan analisis.
  2.       Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
  3.       Dapat dilakukan elusi secara mekanik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi.
  4.       Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.
  5.       Hanya membutuhkan sedikit pelarut.
  6.       Biaya yang dibutuhkan terjangkau.
  7.       Jumlah perlengkapan sedikit.
  8.       Preparasi sample yang mudah
  9.       Dapat untuk memisahkan senyawa hidrofobik (lipid dan hidrokarbon) yang dengan metode kertas tidak bisa (Gandjar dan Rohman, 2007).
Adapun kekurangan KLT  yaitu:
1.          Butuh ketekunan dan kesabaran yang ekstra untuk mendapatkan bercak/noda yang diharapkan.
2.          Butuh sistem trial and eror untuk menentukan sistem eluen yang cocok.
3.          Memerlukan waktu yang cukup lama jika dilakukan secara tidak tekun

Ø  Prinsip Kerja Kromatografi Lapis Tipis
Pada dasarnya KLT digunakan untuk memisahkan komponen-komponen berdasarkan perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang (Watson, 2010). KLT sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama pada cara pelaksanaannya. Perbedaan nyata terlihat pada fase diamnya atau media pemisahnya, yakni digunakan lapisan tipis adsorben sebagai pengganti kertas.
Pada proses pemisahan dengan kromatografi lapis tipis, terjadi hubungan kesetimbangan antara fase diam dan fasa gerak, dimana ada interaksi antara permukaan fase diam dengan gugus fungsi senyawa organik yang akan diidentifikasi yang telah berinteraksi dengan fasa geraknya. Kesetimbangan ini dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : kepolaran fase diam, kepolaran fase gerak, serta kepolaran dan ukuran molekul.
Ø  Pembuatan Lapisan Tipis
Penyerap dituangkan diatas permukaan plat yang kondisi bentuknya baik, biasanya digunakan plat kaca / aluminium. Ukuran yang digunakan tergantung pada jenis dari pemisahan yang akan dilakukan dan jenis dari bejana kromatografi. Seringkali bentuk plat kaca  / aluminium dijual dengan ukuran 20 x 5 cm atau 20 x 20 cm, dua ukuran ini dianggap sebagai “standard”.  Hal yang penting yaitu bahwa permukaan dari plat harus rata.  Plat -plat kaca / aluminium sebelum dipakai dicuci terlebih dahulu dengan air dan detergent kemudian dikeringkan. Terakhir, dapat dicuci dengan aseton, tetapi hal ini tidak mesti dilakukan. Satu hal yang perlu diperhatikan jangan menyentuh permukaan dari plat yang bersih dengan jari tangan karena bekas jari tangan yang menempel akan merubah tebal dari permukaan penyerap pada plat.
Untuk membuat penyerap, pertama bahan penyerap dicampur dengan air sampai menjadi bubur, biasanya dengan perbandingan x gram penyerap dan 2x ml air. Bubur diaduk sampai rata dan dituangkan diatas plat dengan berbagai cara. Tebal lapisan merupakan faktor yang paling penting dalam kromatografi lapisan tipis. Tebal standard adalah 250 mikron. Lapisan-lapisan yang lebih tebal ( 0.5  -  2.0 mm ) digunakan untuk pemisahan-pemisahan yang sifatnya besar, dengan menggunakan penyerap  hingga 250 mg untuk plat dengan ukuran 20 x 20 cm. Salah satu kesukaran dengan lapisan tebal ialah adanya tendensi mengelupas bila kering. 
Tabel Perbandingan Untuk Membuat Bubur Penyerap
Penyerap
Medium bubur penyerap
Perbandingan, gram dalam ml
Silika gel
Metilena klorida : methanol (2:2, v/v)
35 gr dalam 100 ml
Serbuk selulosa
Metilena klorida : methanol (50:50, v/v)
50 gr dalam 100 ml
Alumina
Metilena klorida : methanol (70:30, v/v)
60 gr dalam 100 ml

Sifat yang terpenting dari penyerap adalah besar partikel bubur penyerap dan homogenitasnya, karena adhesi terhadap plat sangat tergantung pada kedua sifat tersebut. Besarnya partikel yang biasa digunakan adalah 1  –  25 mikron. Partikel yang butirannya sangat kasar tidak akan memberikan hasil yang memuaskan dan salah satu alasan untuk menaikkan hasil pemisahan adalah menggunakan penyerap yang butirannya halus. Sedangkan dalam kolom partikel yang sangat halus akan mengakibatkan aliran  pelarut menjadi lambat, pada lapisan tipis butiran yang halus memberikan aliran pelarut yang lebih cepat.  Beberapa contoh penyerap yang digunakan untuk pemisahan-pemisahan dalam kromatografi lapisan tipis adalah sebagai berikut :  
Tabel Macam-Macam Penyerap Untuk Kromatografi Lapisan Tipis
Zat padat
Digunakan untuk memisahkan
Silika
Asam- asam amino, alkaloid, gula,
asam-asam lemak, lipida, minyak
esensial, anion, dan kation organic,
sterol, terpenoid.
Alumina
Alkaloid, zat warna, fenol, steroid,
vitamin-vitamin, karoten, asam-asam
amino
Kieselguhr
Gula, oligosakarida, asam- asam
lemak, trigliserida, asam -asam
amino, steroid. 
Bubuk selulosa
Asam-asam amino, alkaloid, nukleotida
Pati
Asam-asam amino
Sephadex
Asam-asam amino, protein

Ø  Fase Diam dan Fase Gerak
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm (Gandjar dan Rohman, 2007). Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya.
Silika gel salah satu contoh fase diam yang  terbentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun, pada permukaan silika gel, atom silikon berlekatan pada gugus -OH.Jadi, pada permukaan jel silika terdapat ikatan Si-O-H selain Si-O-Si.
Permukaan silika gel sangat polar dan karenanya gugus -OH dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesuai disekitarnya, sebagaimana halnya gaya van der Waals dan atraksi dipol-dipol.
Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina dari aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH. Pada dasarnya sifat serta penggunaannya mirip silika gel.
Tabel Fase Diam Yang Sering Digunakan Pada KLT (Kealey Dan Haines, 2002)
Fasa Diam
Mekanisme Sorpsi
Penggunaan
Silika gel
Adsorpsi
Asam amino, hidrokarbon, vitamin, alkaloid
Serbuk selulosa
Partisi
Asam amino, nukleotida, karbohidrat
Selulosa penukar ion
Pertukaran ion
Asam nukleat, nukleotida, halida dan ion-ion logam
Gel sephadex
Eksklusi
Polimer, protein, kompleks logam
Β-siklodekstrin
Interaksi adsorpsi stereospesifik
Campuran enansiomer

Adsorben yang sering digunakan antara lain :
a)      Silika gel
Yang paling banyak digunakan dalam pengujian, bersifat asam lemah, sering ditambah CaSO4 (gibs) sebagai pengikat agar melekat kuat pada penyangga. Penambahan ini juga mempercepat mengeringnya lapis tipis. Juga dapat ditambahkan indicator fluoresensi yang akan berfluoresensi di bawah sinar UV pada 254 nm, hingga noda yang mengabsorpsi pada frekuensi ini menjadi sangat kontras terhadap latar belakang yang berfluoresensi hijau kuning. Silica gel sangat higroskopis, pada humaditas relative 45 – 75% akan menarik air sampai 7 – 20%. Derajat diaktivasinya ditentukan oleh kelembaban ruangan dimana pemisahan akan dilakukan atau tempat penyimpanan lapis tipisnya. Kemurnian juga penting karena dapat mempengaruhi watak kromatografi beberapa senyawa tertentu. Pencemar dalam adsorben ini dapat juga menyebabkan dekomposisi senyawa yang hendak dianalisa.
b)      Alumina
Bersifat basa lemah. Tidak sebaik silica gel dan lebih relative secara kimia hingga untuk senyawa yang sensitive dapat terdegrasi. Juga dapat ditambah Ca2SO4 dan indicator fluoresensi.
c)      Kieselguhr (tanah diatome)
Merupakan adsorben netral dengan aktivitas rendah. Daya resolusinya juga kecil. Dapat ditambahkan sebagai campuran pada silikagel yang akan memberikan adsorben campur yang kurang aktif. Juga dapat ditambah Ca2SO4.
d)     Selulosa
Dengan menggunakan selulosa sebagai adsorben akan didapat lapis tipis yang sifatnya analog dengan kromatografi kertas. Memberikan lapis tipis yang baik tanpa pengikat. Adsorben ini dapat ditambah indicator fluoresensi atau Ca asetat. Kerugian penggunaan selulosa ini ialah tidak dapat digunakannya pereaksi yang korosif seperti asam sulfat atau pereaksi destruktif lainnya.
e)      Poliamida
Merupakan magnesium silikat. Daya melekatnya tidak sebaik adsorben lainnya. Biasanya ditambahkan pengikat seperti selulosa atau amilum. Mempunyai kapasitas yang besar dan banyak digunakan untuk pemisahan fenol.
Selain fasa diam, dalam KLT juga diperlukan fasa gerak/eluent yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen secara  kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah umpan. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis  adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang tak polar dari ikatannya dengan alumina (gel silika). Semakin dekat kepolaran antara senyawa dengan eluen maka senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut. Hal ini berdasarkan prinsip “like dissolved like” (Watson, 2010).

Ø  Prosedur Kerja dengan Kromatografi Lapis Tipis
Pada KLT, fasa diam berupa plat yang biasanya disi dengan silica gel. Sebuah garis pensil digambar dekat bagian bawah fasa diam dan setetes larutan sampelditempatkan di atasnya. Sampel ditotol dengan bantuan pipa kapiler. Garis pada fasa diam berguna untuk menunjukkan posisi asli sampel. Pembuatan garis harus menggunakan pensil karena jika semua ini dilakukan dengan tinta, pewarna dari tinta juga akan bergerak sebagai kromatogram berkembang. Ketika titik campuran kering, fasa diam diletakkan berdiri dalam gelas tertutup yang telah berisi fasa gerak dengan posisi fasa gerak di bawah garis. Digunakan gelas tertutup untuk memastikan bahwa suasana dalam gelas jenuh dengan uap pelarut.
Pelarut (fasa gerak) perlahan-lahan bergerak naik. Komponen-komponen yang berbeda dari campuran berjalanan pada tingkat yang berbeda dan campuran dipisahkan memiliki warna yang berbeda.Diagram menunjukkan plat setelah pelarut telah bergerak sekitar setengah jalan. Pelarut diperbolehkan untuk naik hingga hampir mencapai bagian atas plat yang akan memberikan pemisahan maksimal dari komponen-komponen pewarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam.
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik dikerjakan dengan pereaksi kimia dan reaksi-­reaksi warna. Untuk identifikasi menggunakan harga Rf meskipun harga-harga Rf dalam lapisan tipis kurang tepat bila dibandingkan pada kertas. Seperti halnya pada kertas harga Rf didefinisikan sebagai berikut (Gritter et al, 1991):  
Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan harga-harga standard. Perlu diperhatikan bahwa harga­-harga Rf yang diperoleh berlaku untuk campuran tertentu dari pelarut dan penyerap yang digunakan, meskipun daf­tar dari harga-harga Rf untuk berbagai campuran dari pelarut dan penyerap dapat diperoleh (Gritter et al, 1991).
Ø  Deteksi Bercak
Ada dua cara untuk menyelesaikan analisis sampel yang tidak berwarna, yaitu:
1.      Menggunakan pendarflour
Fase diam pada sebuah lempengan lapis tipis seringkali memiliki substansi yang ditambahkan kedalamnya, supaya menghasilkan pendaran flour ketika diberikan sinar ultraviolet (UV). Itu berarti jika sinar UV disinarkan, maka sampel akan berpendar.
Pendaran ini ditutupi pada posisi dimana bercak pada kromatogram berada, meskipun bercak-bercak itu tidak tampak berwarna jika dilihat dengan mata. Itu berarti bahwa jika disinarkan sinar UV pada lempengan, akan timbul pendaran dari posisi yang berbeda dengan posisi bercak-bercak. Bercak tampak sebagai bidang kecil yang gelap.
Sementara UV tetap disinarkan pada lempengan,, kita harus menandai posisi-posisi dari bercak-bercak dengan menggunakan  pensil dan melingkari daerah bercak-bercak itu. Karena jika  kita  mematikan sinar UV tersebut, bercak-bercaknya tidak tampak kembali.
2.      Penunjukkan bercak secara kimia
Dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk membuat bercak-bercak menjadi tampak dengan cara mereaksikannya dengan zat kimia sehingga menghasilkan produk yang berwarna. Sebuah contoh yang baik adalah kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino. Kromatogram dapat dikeringkan dan disemprotkan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa-senyawa berwarna, umumnya coklat atau ungu.
Dalam metode lain, kromatogram dikeringkan kembali dan kemudian ditempatkan pada wadah bertutup (seperti gelas kimia dengan tutupan gelas arloji) bersama dengan kristal iodium. Uap iodium dalam wadah dapat berekasi dengan bercak pada kromatogram, atau dapat dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada lempengan. Substansi yang dianalisis tampak sebagai bercak-bercak kecoklatan.
Ø  Instrument Kromatografi Lapis Tipis
1.      Detektor
Detektor pada alat TLC Scanner 3 CAMAG menggunakan photomultipliers. Komponen didalam phot omultipier (PMT) sendiri adalah photomultiplier tube (tabung vakum photomultiplier), photocathode (katoda metalik yang terbuat dari bahan logam multi alkali), struktur dynode (berbentuk lempengan cekung) dan anoda (memilki spectral sensitivity 185-850 nm).  Prinsip kerja dari PMT adalah permukaan logam katoda  disinari dengan seberkas cahaya dan sejumlah elektron terpancar dari permukaannya, yang biasa disebut dengan efek fotoelektrik dengan kondisi hampa udara.
Elektron yang terpancar dan terlepas karena adanya sekumpulan energi yang timbul dan dikuatkan oleh susunan komponen dynode (linier -focused type) secara berurutan dan keluar mengenai anoda. Elektron tersebut terikat dalam logam dengan energi W (eV), yang dikenal sebagai fungsi kerja (work function), logam yang berbeda memilki fungsi kerja yang berbeda pula. Dan logam katoda yang digunakan sebagai permukaan fotosensitif, dibawah panjang gelombang pancung  (cutoff  wavelength)  λc, sembarang sumber cahaya, selemah apapun, akan menyebabkan terjadinya pemancaran fotoelektron. Cahaya yang masuk difokuskan dengan melewati focusing electrode dan elektron mengenai dynode pertama kemudian dipantulkan dan dipancarkan ke dynode kedua sampai ke dynode yang terakhir (proses pengalian) sehingga terjadi muatan elektron yang lebih besar dan timbul tegangan.  
2.      Monokromator
Monokromator adalah alat yang paling umum dipakai untuk menghasilkan berkas radiasi dengan satu panjang gelombang. Monokromator untuk radiasi ultra violet, sinar tampak dan infra merah adalah serupa, yaitu mempunyai celah (slit), lensa, cermin dan prisma atau grating. Terdapat 2 macam monokromator yaitu monokromator prisma Bunsen dan monokromator grating Czerney-Turney. Fungsi prisma adalah untuk memisahkan sinar polikromatis dari sumber cahaya menjadi sinar monokromatis.   Bila seberkas cahaya dilewatkan melalui sebuah prisma, maka cahaya tersebut akandiuraikan menjadi beberapa warna (terdapat berbagai warna merah, jingga, hijau, biru,  dan lain-lain). 
3.      Absorbansi
Penyerapan hanya terjadi jika energi foton yang datang cocok dengan energy yang diperlukan untuk memindahkan satu elektron terluarnya dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi (atau dari pita valensi ke pita konduksi di dalam zat padat).   Dengan spektroskopi dari cahaya transmisi bisa diketahui tingkat/pita energi dari suatu atom/molekul/zat padat.
Berkas radiasi elektromagnet bila dilewatkan pada sampel kimia maka sebagian akan terabsorpsi. Energi elektromagnet yang ditransfer ke molekul sampel akan menaikan tingkat energi (tingkat tereksitasi). Molekul akan dieksitasi sesuai dengan panjang gelombang yang diserapnya.  
Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya energi yang diserap:
E = h x ν = h x C /λ = h x C / v 
dimana,            E = energi yang diserap  
                          h = tetapan Planck = 6,626 x 10-34
                          v = frekuensi 
                          C = kecepatan cahaya = 2,998 x 108 m/det 
                          λ = panjang gelombang  
                          ν = bilangan gelombang 
Absorbansi dengan simbol A dari suatu larutan merupakan logaritma dari 1/T atau logaritma Io/It.
A = log (1/T) = log (Io/It) = -  log (T)        (1.4)
            dimana, A  = Absorbansi / serapan 
                          Io = Intensitas sinar yang datang 
                          It = Intensitas sinar yang diteruskan
                          T = Transmitance / transmitansi   
4.      Transmitansi
Apabila suatu berkas sinar radiasi dengan intensitas Io dilewatkan melalui suatu larutan dalam wadah transparan maka sebagian radiasi akan diserap sehingga intensitas radiasi yang  diteruskan It menjadi lebih kecil dari Io.  Transmitansi dengan simbol T dari larutan merupakan fraksi dari radiasi yang diteruskan atau ditansmisikan oleh larutan, yaitu : T = It/Io. Transmitansi biasanya dinyatakan dalam persen (%).
Ø  Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kromatografi Lapis Tipis
Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf  adalah :
1.      Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.
2.      Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya.
Biasanya aktifitas dicapai dengan pemanasan dalam oven, hal ini akan menge­ringkan molekul-molekul air yang menempati pusat-pusat serapan dari penyerap. Perbedaan penyerap akan memberikan perbedaan yang besar terhadap harga  Rf meskipun menggunakan fase bergerak dan zat terlarut yang sama tetapi hasil akan dapat diulang dengan hasil yang sama,   jika menggunakan penyerap yang sama, ukuran partikel tetap  dan jika pengikat (kalau ada) dicampur hingga homogen.

3.      Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap.
Pada prakteknya tebal lapisan tidak dapat dilihat pengaruhnya, tetapi perlu diusahakan tebal lapisan yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tak rata pula dalam daerah yang kecil dari plat.
4.      Pelarut (dan derajat kemurniannya) fase bergerak.
Kemurnian dari pelarut yang digunakan sebagai fase bergerak dalam kromatografi lapisan tipis adalah sangat penting dan bila campuran pelarut digunakan maka perbandingan yang dipakai harus betul-betul diperhatikan.
5.      Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan.
6.      Teknik percobaan.
Arah pelarut bergerak di atas plat. (Metoda aliran penaikan yang hanya diperhatikan, karena cara ini yang paling umum meskipun teknik aliran penurunan dan mendatar juga digunakan).
7.      Jumlah cuplikan yang digunakan.
Penetesan cuplikan dalam jumlah yang berlebihan memberikan hasil penyebaran noda-noda dengan kemungkinan terben­tuknya ekor dan efek tak kesetimbangan lainnya, hingga akan mengakibatkan kesalahan-kesalahan pada harga-harga Rf.
8.      Suhu.
Pemisahan-pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini terutama untuk mencegah perubahan-perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh penguapan atau perubahan-perubahan fase.
9.      Kesetimbangan.
Ternyata bahwa kesetimbangan dalam lapisan tipis lebih pen­ting dalam kromatografi kertas, hingga perlu mengusahakan at­mosfer dalam bejana jenuh dengan uap pelarut. Suatu gejala bila atmosfer dalam bejana tidak jenuh dengan uap pelarut, bila digunakan pelarut campuran, akan terjadi pengembangan dengan permukaan pelarut yang berbentuk cekung dan fase bergerak lebih cepat pada bagian tepi-tepi  dan keadaan ini harus dicegah.
Ø  Cara Menggunakan KLT
            KLT sangat berguna untuk mengetahui jumlah komponen dalam sampel. Peralatan yang digunakan untuk KLT adalah chamber (wadah untuk proses KLT), pinset, plat KLT, dan eluen. Langkah – langkah memakai KLT sebagai berikut :
1.        Potong plat sesuai ukuran. Biasanya, untuk satu spot menggunakan palt sebesar 1 cm. Berarti jika menguji 3 sampel (3 spot) berarti menggunakan plat selebar 3 cm.
2.        Buat garis dasar (base line) di bagian bawah,sekitar 0,5 cm dari ujung bawah plat, dan garis akhir dibagian atas .
3.        Menggunakan pipa kapiler, totolkan sampel cairan yang telah disiapkan sejajar, tepat diatas base line. Jika sampel padat, larutkan pada pelarut. Keringkan totolan.
4.        Dengan pipet yang berbeda, masukkan masing-masing eluen kedalam chamber dan campurkan.
5.        Tempatkan plat pada chamber berisi eluen. Base line jangan sampai tercelup oleh eluen. Tutuplah chamber.
6.        Tunggu eluen mengelusi sampel sampai mencapai garis akhir, disana pemisahan akan terlihat.
7.        Setelah mencapai garisakhir, angkat plat dengan pinset, keringkan dan ukur jarak spot. Jika spot tidak kelihatan, amati pada lampu  UV. Jika masih tak terlihat, semprot dengan pewarna tertentu seperti kalium kromat, asam sulfat pekat dalam alkohol 96%, atau ninhidrin.
Dibawah ini gambar dari langkah-langkah tersebut:

Ø  Aplikasi KLT Pada Bidang Pangan
Pada penelitian analisis kualitastif pewarna rhodamin B dalam sampel saus tomat. Sampel dianalisis dengan metode Kromatografi Lapis Tipis. Zat warna dari sampel saus tomat ditarik kedalam benang wol bebas lemak dalam suasana asam sampai benang wol tersebut terwarnai oleh pewarna saus tomat.
Setelah benang wol terwarnai oleh pewarna saus tomat, pewarna tersebut dilepaskan ke dalam larutan basa. Larutan basa tersebut selanjutnya akan digunakan sebagai cuplikan sampel pada analisis Kromatografi Lapis Tipis. Noda totolan sampel dibandingkan dengan noda totolan baku standar rhodamin B yang telah dieluasi bersama-sama dan dilihat di bawah lampu UV pada λ 366 dan λ 254 nm, apabila terdapat zat pewarna rhodamin B dalam sampel maka noda pada lempeng KLT akan berflouresensi di lampu UV pada λ 366 nm dan tidak berflorousensi dilampu UV pada λ 254 nm, pada penelitian ini noda totolan sampel pada lempeng KLT tidak menunjukan flouresensi di lampu UV pada λ 366 nm, sehingga dapat disimpulan bahwa pada sampel saus tomat ini tidak terkandung zat pewarna rhodamin B.



BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan :
1.        Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas).
2.        KLT merupakan salah satu metode isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap (adsorpsi) dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen,
3.        Keuntungan KLT yaitu ketepatan penentuan kadar baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak. Kerugiannya memerlukan waktu untuk menentuan sistem eluen yang cocok.
4.        Prinsip KLT yaitu pemisahan komponen-komponen berdasarkan perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam dibawah gerakan pelarut pengembang.
5.        Pembuatan lapis tipis KLT dimulai dari penyerap dituangkan diatas permukaan plat yang kondisi bentuknya baik, biasanya digunakan plat kaca / aluminium. Ukuran yang digunakan tergantung pada jenis dari pemisahan yang akan dilakukan dan jenis dari bejana kromatografi. Seringkali bentuk plat kaca  / aluminium dijual dengan ukuran 20 x 5 cm atau 20 x 20 cm, dua ukuran ini dianggap sebagai “standard”. 
6.        Kromatogram adalah output visual yang diperoleh dari hasil pemisahan.
7.        Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm (Gandjar dan Rohman, 2007). Fasa gerak/eluent yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent).
8.        Kerja dengan KLT dimulai dari penyiapan plat, eluen dan sampel, penotolan, elusi, dan deteksi bercak/noda.
9.        Cara mendeteksi bercak ada 2 yaitu menggunakan UV dan campuran zat kimia tertentu.
10.    Terdapat beberapa instrument pada kromatografi lapis tipis diantaranya adalah detector, monokromator, absorbansi, dan transmitansi.
11.    Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf  adalah :
a.         Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.
b.        Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya.
c.         Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap.
d.        Pelarut (dan derajat kemurniannya) fase bergerak.
e.         Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan.
f.         Teknik percobaan.
g.        Jumlah cuplikan yang digunakan.
h.        Suhu
i.          Kesetimbangan.
12.    Aplikasi KLT pada bidang pangan adalah pada penelitian analisis kualitastif pewarna rhodamin B dalam sampel saus tomat.


DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Fury. 2012. Kromatografi Lapis Tipis. http://nonasandha.blogspot.com. Diakses : 03 Desember 2014
Ayu. 2013. Analisa Pengukuran Kadar Larutan. http://s1farmasiayu.blogspot.com.Diakses : 03 Desember 2014
Clark, Jim. 2007. Kromaografi Lapis Tipis. http://www.chem-is-try.org. Diakses : 03 Desember 2014
Khopkar, SM. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Nurhidayat, Iim. 2011. Kromaografi Lapis Tipis. http://sectoranalyst.blogspot.com. Diakses : 03 Desember 2014
Sendana, Endra. 2013. Kromatografi Lapis Tipis. http://ndrasendana.blogspot.com. Diakses : 03 Desember 2014




No comments:

Post a Comment